Diduga Sarat Konflik Kepentingan, Putra Ketua LSM BMW Tak Lolos Zonasi Meski Lebih Dekat dari Siswa Lain

IMG 20250703 125243

Tuban – Proses Seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2025/2026 di SMA Negeri 1 Soko, Kabupaten Tuban, Jawa Timur, menuai sorotan publik. Dugaan konflik kepentingan dan persoalan pribadi mencuat setelah putra Ketua Umum LSM Botan Matenggo Woengoe (BMW), Matenan Arifin, tidak diterima melalui jalur zonasi meski jarak domisili dinilai lebih dekat dari peserta lain yang diterima.

Putra ketiga Arifin, bernama Isa Al Hussein, diketahui berdomisili hanya 2,1 kilometer dari SMAN 1 Soko. Namun, ia tidak lolos dalam seleksi jalur zonasi. Ironisnya, siswa lain atas nama Ahmad Habibur Ridho, yang jaraknya mencapai 8,422 kilometer dari sekolah, justru diterima melalui jalur yang sama.

“Saya tidak mempermasalahkan jika memang anak saya kalah secara objektif. Tapi ini menyangkut keadilan. Masa yang jaraknya 8 kilometer bisa diterima, sedangkan anak saya yang tinggalnya berjarak 2 kilometer tidak lolos. Saya khawatir ini bukan lagi soal sistem, tapi soal pribadi,” ujar Arifin saat dikonfirmasi, Rabu (3/7).

Arifin menduga keputusan ini tidak lepas dari persoalan masa lalu antara dirinya dan pihak sekolah. Pasalnya, LSM yang ia pimpin pernah mengkritik kebijakan internal SMAN 1 Soko dalam beberapa tahun terakhir.

Upaya klarifikasi telah dilakukan. Arifin melalui Wakil Ketua Komite Sekolah, Sutikno—yang juga seorang anggota TNI aktif di Koramil Soko—berusaha menghubungi Kepala Sekolah, Sumarmi. Namun, Sumarmi disebut sibuk dan hanya memberi waktu terbatas untuk bertemu, yang akhirnya ditolak Arifin karena telah memiliki agenda klarifikasi lain.

Sampai berita ini diturunkan, pihak SMAN 1 Soko belum memberikan pernyataan resmi. Kepala Sekolah Sumarmi belum dapat ditemui secara langsung maupun memberikan tanggapan tertulis.

Kasus ini memicu pertanyaan dari masyarakat mengenai integritas dan transparansi sistem zonasi di sekolah negeri. Padahal, jalur zonasi dirancang untuk memberikan akses pendidikan yang adil berdasarkan kedekatan geografis.

“Zonasi itu harusnya adil dan objektif. Kalau yang jauh bisa diterima tapi yang dekat tidak, jelas ada yang tidak beres,” ujar salah satu warga Soko yang enggan disebutkan namanya.

Kejadian ini menambah panjang daftar polemik dalam pelaksanaan PPDB jalur zonasi di Indonesia, yang seharusnya menjunjung asas keadilan dan transparansi demi kemajuan dunia pendidikan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *